kuping kiri

Kalimat Tauhid, Semangat Bersatu dan Nutrisi bagi Persaudaraan

Kalimat Tauhid, Semangat Bersatu dan Nutrisi bagi Persaudaraan

Oleh: KH Lukman Hakim (Ketua STID Al Biruni Cirebon)

RANGKAIAN kesemarakan peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2018 kemarin sempat diwarnai “insiden” tentang pembakaran bendera yang disebut-sebut bertuliskan kalimat tauhid. Beritanya cukup menghebohkan dan viral di jagat dunia media social (medsos).

Pelakunya sudah diamankan oleh pihak berwenang untuk dimintai keterangan. Hal ini layak menjadi pelajaran berharga, sehingga di kemudian hari kejadian seperti ini tak sepatutnya terjadi lagi. Apapun motif yang melatarbelakangi terjadinya insiden ini, kiranya kita bisa mengambil inspirasi dari semangat “kalimat tauhid”.

Tauhid (توحيد) berasal dari akar kata وحد artinya satu. Manusia pada mulanya umat yang satu (أمة واحدة) satu akidah dan satu tujuan amal perbuatan, karena mereka berpaling dari tuntunan, maka akhirnya berselisih dan  bercerai berai. Untuk mengembalikan dalam kondisi semula yaitu bersatu dalam akidah dan kebenaran, maka Allah mengutus manusia pilihan untuk menuntun dan menyampaikan risalah kepada umat manusia (lihat surat Al Baqarah ayat 213). Tuntunan dan syariat yang dibawa para nabi bisa saja berubah-rubah dan bermacam-macam, tapi landasan agama samawi itu tetap satu yaitu tauhid. Jadi tauhid adalah landasan yang mempersatukan kita dengan umat-umat terdahulu.

Kalimat tauhid adalah kalimat yang mengoneksikan kita menjadi bersatu, sekaligus mampu mempersatukan berbagai perbedaan dan latar belakang. Kita berbeda syariat dan tuntunan dengan umat terdahulu, namun kita satu dalam dimensi akidah yaitu tauhid. Latar belakang syariat umat Nabi Muhammad berbeda dengan umat nabi yang lain, namun umat nabi manapun landasan akidahnya satu, yaitu tauhid.

Setiap orang yang hatinya diikat oleh kalimat tauhid, maka akan bersatu dengan orang-orang yang landasan agamanya tauhid, mereka disebut muslim. Kita sesama muslim dipersatukan oleh kalimat tauhid, memiliki semangat membangun kesatuan dan persatuan. Semangat tauhid mengajarkan kita untuk menjaga agar tidak memperuncing perselisihan apalagi sampai bercerai berai. Maka pelajaran dari insiden pembakaran bendera ini layak dijadikan momentum untuk merajut kembali semangat bersatu, yang belakangan ini sempat terganggu karena perbedaan pandangan dan pilihan. Persatuan adalah energi luar biasa yang dapat dimanfaatkan untuk membangun agama, nusa, dan bangsa. Menjaga nilai-nilai persatuan adalah kewajiban kita bersama, jangan sampai ada pihak-pihak yang dengan sengaja ingin mengadu domba bangsa ini agar bercerai- berai.

NUTRISI PERSAUDARAAN

Sebelum manusia terlahir di muka bumi, ketika ia masih berada di alam arwah, ada tahapan yang harus dilalui untuk dilakukan fit and proper test tentang ketauhidan. Tuhan mengajukan satu pertanyaan terhadap semua roh yang mau terlahir sebagai kesaksian. Pertanyaannya  adalah, “bukankah aku ini Tuhanmu?” Seraya mereka menjawab “betul engkau Tuhan kami”. Kemampuan semua roh menjawab dengan benar dari pertanyaan yang diajukan, karena ia telah dibekali fitrah ketuhanan.

Fitrah ketuhanan ini adalah “tauhid”, fitrah ini yang kelak menjadi penentu dalam perjalanan hidup manusia, apakah hidup mulia atau nista, bahagia atau sengsara baik di dunia maupun di akhirat. Maka setiap manusia yang terlahir ke muka bumi, ia telah memiliki benih-benih ketauhidan. Apakah benih ketauhidan ini tambah kokoh atau bahkan luntur sama sekali, tergantung bagaimana cara kita mengikhtiarinya. Salahsatu ikhtiar untuk mengokohkan benih ketauhidan agar  memperoleh  predikat “mukmin” adalah dengan sedikit demi sedikit belajar menerapkan saran yang disampaikan dalam Alquran. Alquran menawarkan konsep menjaga tali persaudaraan sebagai nutrisi untuk meneguhkan nilai keimanan, makanya sesama orang beriman itu menjadi bersaudara.

Alquran menawarkan kriteria sifat-sifat seorang mukmin dalam konteks merawat dan menjaga persaudaraan, di antaranya, pertama jauhi berprasangka buruk (negative thinking), karena muara perselisihan dan permusuhan bermula dari cara pandang yang negatif. Kedua jauhi mencari-cari kesalahan orang lain, karena faktor yang menyebabkan retaknya hubungan persaudaraan adalah ketika masing-masing saling menyalahkan. Ketiga jauhi menggunjing orang lain, karena dengan mempertontonkan aib bisa memutuskan tali persaudaraan.

Alquran bahkan memberikan ilustrasi bagi siapa saja yang mengabaikan ketiga saran tersebut, seperti sedang memakan daging bangkai saudaranya, karena begitu menjijikkan orang yang hidupnya senantiasa mencari kesalahan dan menggunjing aib orang lain (lihat Surat Al Hujurat ayat 12). Ketiga saran dari Alquran  itu layak menjadi pegangan dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi saat ini, termasuk kejadian pembakaran bendera.

Kalimat tauhid adalah nutrisi yang mampu membingkai kita menjadi bersaudara. Maka jadikan kalimat ini untuk memperat tali persaudaraan melalui saling mengasihi dan menyayangi antar sesama dalam wadah ukhuwah Islamiyah. Tak ada alasan untuk saling menebar kebencian apalagi menyakiti, karena Allah memiliki sifat rahman rahim yang maha kasih-Nya tak terbatas, begitupun baginda nabi Muhammad senantiasa meneladankan sikap saling menyayangi. Kita selaku umatnya sudah sepantasnya mencoba belajar untuk menebar rasa kasih sayang kepada siapapun, termasuk terhadap pelaku insiden tersebut.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshowab.

Related posts