Home NgopiToday Ayu Versus DPRD Kabupaten Cirebon

Ayu Versus DPRD Kabupaten Cirebon

by Redaktur Cirebon Plus
0 comment

Oleh: Kalil Sadewo

WAHYU Tjiptaningsih, akrab disapa Ayu. Sejak pelantikan H Imron sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Cirebon, namanya sudah diterka sebagai suksesor politik suaminya, Sunjaya Purwadisastra, eks bupati Cirebon yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 Oktober 2018 lalu.

Seiring berjalannya waktu, namanya terus menguat sebagai pihak yang akan mendapatkan rekomendasi calon wakil bupati dari partai pengusung, PDI Perjuangan. Untuk bertukar posisi dengan Imron, sebagai wakil bupati Cirebon. Sebenarnya, peluang Ayu mulai menguat sejak tiba-tiba masuk dalam struktur PDI Perjuangan Kabupaten Cirebon. Ia dapat posisi strategis, masuk dalam jajaran wakil ketua DPC di bawah kendali Imron sebagai ketua.

Pesan yang muncul, Banteng mengakomodasi kelanjutan politik keluarga Sunjaya. Padahal, yang bersangkutan menjadi terpidana kasus korupsi suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon. Di antara persepsi publik yang muncul, politik akomodatif PDI Perjuangan dimaknai sebagai karpet merah bagi Ayu untuk mengambil posisi orang nomor 2 di Kabupaten Cirebon.

Terus menguat. Catur wulan pertama 2020, sinyal dari partai makin kuat. Ayu merasa seperti mendapatkan kode. Ia mulai bergerak. Simpul-simpul dirangkul. Fase pertama untuk mendapatkan tanda tangan ketua umum DPP PDI Perjuangan, ia butuh kekuatan penyokong dan “pem-back up”. Nonpartai.

Setelah setempel beberapa kekuatan penyokong didapat, Ayu pun mengantongi pasword dari partai pengusung. Password itulah yang digunakan Ayu untuk melobi serta bernegosiasi dengan anggota dewan dan partai politik. Inilah fase “perjuangan” Ayu sesungguhnya.

Sekira bulan kelima, Ayu sudah bergerilya ke anggota dewan dan partai politik. Untuk diketahui, peluang Ayu duduk di kursi wakil bupati ditentukan oleh 50 anggota DPRD Kabupaten Cirebon yang berasal dari 8 partai politik di parlemen.

Kenapa harus bernego dengan partai politik? Kita semua paham, partai bisa lebih menentukan ketimbang wakil rakyat. Memang, anggota dewan pemilik hak pilih. Tapi, partai politik punya tangan yang kuat untuk menekan dan menentukan pilihan para legislator. Meski, sejumlah partai membebaskan wakil rakyatnya untuk memilih, tetapi kecil sekali peluangnya.

Perjuangan Ayu untuk mendapatkan secarik kertas rekomendasi PDI Perjuangan bukan tak ada gangguan. Ada kabar, sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Cirebon berkirim surat ke DPP PDI Perjuangan. Isinya, meminta agar DPP tidak merekomendasikan Ayu, yang disertai sejumlah alasan tertentu, terutama soal kasus suaminya.

Kabar lainnya, ada sejumlah pihak yang menyokong nama Yayat Ruhiyat dan memperjuangkannya ke DPP PDI Perjuangan. Bahkan, sebagian penyokongnya diduga adalah bala Imron yang tak menginginkan Ayu menjadi wakil bupati. Selain itu, Imron diyakini membutuhkan sosok penggerak untuk men-drive birokrasi Kabupaten Cirebon yang dianggap tidak bisa dikendalikan. Kemampuan itu diyakini ada pada diri mantan sekda Kabupaten Cirebon. Informasinya, Yayat punya cantolan orang kuat di DPP. Hal inilah, yang katanya, membuat tarik menarik di DPP cukup kuat.

Tetapi, bulan Juli 2020 ini, Bupati Imron yang juga ketua DPC PDI Perjuangan beberapa kali membocorkan informasi bahwa rekomendasi DPP jatuh ke Ayu. Untuk meyakinkan publik, Imron juga sempat menunjukkan lembaran rekomendasi untuk Ayu kepada sejumlah media.

Ok. Sekarang, katakanlah fix rekomendasi itu jatuh ke tangan Ayu. Sudah 90 persen Ayu dapat rekom. Ada peluang rekomendasi batal 10 persen. Sebab, rekomendasi itu hingga saat ini belum sampai ke DPRD. Apalagi, Bupati Imron menunjukkan surat itu dari jarak jauh dan sekilas lalu, tak ada media yang bisa memotretnya untuk memastikan bahwa di dalamnya tertera nama Ayu.

Tapi, anggap saja fix Ayu. Dan informasinya, DPC menyandingkan nama Cunadi sebagai kompetitor Ayu untuk “ditarungkan” di DPRD. Sudah muncul dalam berbagai pemberitaan media. Bahkan sudah ada media yang membuat polling dan mengalkulasi peluang keterpilihan keduanya di parlemen.

Siapa sih Cunadi? Penulis cukup kenal dengan pria asal Desa Karangreja, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon ini. Bagi politisi yang mengenal mantan Bupati Sunjaya, pasti kenal dengan pria yang suka ceplas-ceplos ini. Sebab, Cunadi adalah satu dari sedikit orang kepercayaan Sunjaya yang bertugas sebagai “komunikator” politik. Lebih tepatnya pelobi. Bahkan, saat Sunjaya tersandung kasus korupsi, Cunadi tak berpaling. Ia memilih “setia”. Ada beberapa nama orang dekat Sunjaya yang setia, namun kesetiaan Cunadi dianggap berbeda dan punya nilai plus. Selain tetap dekat dengan Sunjaya, juga karena sebagai istrinya, Ayu merasa nyaman dengan pria humble ini. Sejumlah orang masih dekat dengan Sunjaya pasca OTT, tapi banyak yang tidak “diterima” oleh Ayu karena hal-hal yang dianggap prinsip.   

Mengingat perannya saat “membantu” Sunjaya, penulis yakin Cunadi-lah orang yang dipercaya membangun komunikasi politik dengan sejumlah pihak, utamanya anggota dewan dan partai politik. Bukan untuk kepentingan dirinya, tapi memuluskan jalan Ayu mendapatkan dukungan. Karenanya, penulis merasa lucu saja bila ada wakil rakyat pura-pura mengalkulasi kekuatan keduanya. Seolah ada persaingan antara Ayu dan Cunasdi. Jadi, kesimpulan penulis, Cunadi hanya dipasang sebagai pelengkap, penggembira, atau penggenap syarat pengajuan nama ke DPRD yang tidak boleh tunggal.

Menghitung Suara Ayu di Dewan

So, saat ini “pertarungan” bukan antara Ayu dan Cunadi, tetapi antara Ayu dan 50 anggota DPRD Kabupaten Cirebon. Meski unggul segalanya dan seolah menjadi calon tunggal, Ayu tidak otomatis bisa dipilih oleh mayoritas wakil rakyat. Ending-nya, tergantung efektivitas lobi Ayu dan partai politik pengusung. Jika tidak bisa memikat minimal 50 persen plus 1, atau 26 anggota dewan, hasrat Ayu duduk di kursi E2 tak akan kesampaian. Suaranya bisa saja beralih ke Cunadi atau abstain. Meskipun, peluang tidak deal antara Ayu dan mayoritas dewan, sangat tipis.

Lalu, bagaimana peta kekuatan dukungan parlemen terhadap Ayu? PDI Perjuangan telah menunjuk H Mustofa sebagai ketua tim sukses pemilihan wakil bupati Cirebon. Entah resmi atau sekadar wacana yang dilontarkan Ketua DPC PDI Perjuangan, H Imron. Ia menyampaikan hal itu beberapa bulan lalu, sebelum mengerucut ke nama Ayu.

Jika Mustofa benar ditunjuk jadi ketua tim, penulis yakin ia akan bekerja maksimal memperjuangkan Ayu. Pasalnya, Mustofa memerlukan credit point dari partai, untuk kembali memulihkan nama baiknya. Karena, oleh rival di internal partai, ia dianggap bertanggung jawab atas menurunnya perolehan kursi PDI Perjuangan di Kabupaten Cirebon dalam Pemilu 2019 lalu.

Untuk menyukseskan Ayu, Fraksi PDI Perjuangan punya modal utama 8 suara wakil rakyat, ditambah 1 anggota dewan dari Hanura yang sejak awal bergabung dalam satu fraksi. Dengan lobi-lobi Mustofa, Fraksi Partai Gerindra yang memiliki hak pilih 7 orang, berpeluang besar bergabung mendukung Ayu. Pasalnya, Mustofa memiliki kedekatan khusus dengan Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Cirebon yang juga Wakil Ketua DPRD, H Subhan. Mayoritas anggota dewan periode 2014-2019 tahu keduanya punya “keintiman” dalam berbagai agenda politik di parlemen. Jika fix, ada 16 kursi yang sudah di tangan.

Berikutnya, ada dua fraksi yang diprediksi mudah dilobi yakini Fraksi Partai Golkar yang punya 7 kursi dan Fraksi Partai Demokrat dengan 5 anggota. Selain punya kecenderungan sepaham dengan pemerintahan, kedua fraksi ini belum punya alasan kuat atau agenda politik jangka pendek dan panjang untuk menghadang Ayu menjadi wakil bupati. Mustofa dan tim pemenangan hanya butuh meyakinkan kedua fraksi untuk berkomitmen saling membantu (mutualisme) dalam berbagai hal. Jika kedua fraksi itu berhasil dilobi, maka Ayu sudah mengantongi 28 kursi.

Dari 7 fraksi di DPRD Kabupaten Cirebon ada 3 fraksi yang dianggap butuh energi untuk melobi dukungan yakni Fraksi Partai Nasdem yang punya 7 kursi, Fraksi PKB dengan 10 wakil di perlemen, dan Fraksi PKS 5 orang. Bahkan, besar kemungkinan ketiganya tidak akan bergabung dalam gerbong Ayu.

Ada beberapa alasan Fraksi Partai Nasdem tidak memberikan dukungan kepada Ayu. Pertama, di gedung parlemen, sejak pelantikan anggota dewan periode 2019-2024, Nasdem ini cenderung tidak sejalan dengan Fraksi PDI Perjuangan. Farksi Nasdem tergolong kritis terhadap berbagai kebijakan eksekutif yang disokong Partai Banteng. Alasan kedua, fraksi ini memiliki kedekatan dengan Fraksi PKB. Selain karena beberapa hal, kabarnya kedekatan dibangun guna menyiapkan “perkawinan” politik di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang. Sudah menjadi gosip politik di kalangan terdekat bahwa Ketua Fraksi Nasdem yang juga Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Cirebon, Asep Zaenudin Budiman tengah bersiap diri untuk ikut berkompetisi di Pilkada, dan konon punya chemistry dengan Ketua DPC PKB yang juga Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, M Luthfi.

Ketiga asbab Fraksi Nasdem di atas diyakini menjadi alasan yang sama bagi Fraksi PKB untuk tak memberikan dukungan kepada Ayu. Tinggal Fraksi PKS. Ada sederet alasan yang diyakini bakal menjadi hambatan Ayu untuk mendapatkan dukungan dari fraksi ini. Pertama, soal kepemimpinan perempuan. Di antara fraksi-fraksi yang ada di parlemen, PKS diduga keberatan terhadap kepemimpinan perempuan. Kedua, kasus yang dialami suaminya, Sunjaya Purwadisastra bisa menjadi alasan Fraksi PKS tak mendukung Ayu.

Jika petanya seperti itu, maka Ayu tetap melenggang dengan dukungan 28 berbanding 22 suara. Ayu berpeluang menambah suara dari sebagian atau semua fraksi terakhir, bila peta dukungan benar-benar telah diketahui secara jelas. Sebab, ada prinsip, lebih baik ikut pemenang dengan sejumlah keuntungan yang bisa diraih baik politik maupun lainnya, ketimbang kalah tak dapat apa-apa.

Sekali lagi, prediksi itu bisa tepat bila lobi dan pendekatan yang dilakukan tim sukses dan Ayu efektif. Jika tidak, Cunadi sebagai calon yang diduga pelengkap, bisa jadi dapat durian runtuh. Tetapi, ada peluang terjadi kemungkinan yang ketiga, deadlock, akibat manuver-manuver yang berkembang di gedung dewan. (*)

Penulis Adalah Praktisi Media dan Analis Politik

Ilustrasi: nova.grid.id

Related Articles