KH Makhtum dan Keistiqomahannya (In Memoriam Kiai Hikmah)

KH Makhtum dan Keistiqomahannya (In Memoriam Kiai Hikmah)

INNA lillaahi wainna ilaihi raaji’uun. Sesepuh, guru, kiai, orang tua, dan teladan kita sekalian telah wafat pada hari ini, Sabtu, 21 Januari 2017 di kediamannya Pondok Pesantren Masyaariqul Anwar, Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Beliau wafat dalam usia yang sudah sepuh, 79 tahun.

Saya sendiri adalah santri di Pesantren Babakan, Ciwaringin, jadi tahu betul bagaimana beliau beraktivitas di Pesantren. Mengaji bersama santri, menerima dan melayani tamu, memimpin istighptsah dan lain sebagainya. Sungguh, Al Maghfurlah adalah teladan kita tentang pentingnya makna keistiqomahan.

Siapalah yang tidak sedih dan merasa kehilangan, ditinggal wafat oleh panutan hidup kita. Di tengah kegersangan dunia, di tengah kungkungan problem yang membelit bangsa, kita sangat membutuhkan sosok seperti Al Maghfurlah. Sosok penuh hikmah yang dapat menyegarkan pikiran manakala penat, memberi nasihat apabila kita hendak tersesat, menimba kesejukan di tengah panasnya problem kemanusiaan.

Kita hanya bisa pasrah kepada Allah atas takdir ini. Sepertinya kita tidak rela ditinggalkan sosok sebersahaja, sealim dan seistiqomah Al Maghfurlah. Dan saya adalah salah satu orang yang sangat merasa kehilangan. Maka anggaplah catatan ini sebagai pelepas dahaga rindu santri kepada kiainya. Karena untuk sementara di dunia ini, saya dan kita sekalian tak akan pernah bisa bertemu lagi.

Terlalu sempit jika luasnya ilmu dan keistiqomahan Al Maghfurlah disepadankan hanya dengan catatan sederhana ini. Dengan keyakinan ‘ngalap berkah’ kepada Al Maghfurlah, izinkan saya menumpahkan tangisan rindu melalui catatan sederhana ini.

Saya ingin mengawalinya dengan kesaksian bahwa Al Maghfurlah adalah orang yang sangat istikamah. Terutama dalam memimpin majelis istighatsah setiap malam Jumat. Bayangkan majelis istighatsah ini telah berjalan sejak tahun 1996 sampai sekarang Al Maghfurlah wafat. Beliau senantiasa hadir memimpin majelis istighatsah tanpa pernah alpa. Kecuali mungkin misalnya ketika beliau harus menjalani perawatan karena sakit yang cukup serius.

Saya sendiri ingin meneladani jejak keistikamahan beliau, tentu dengan turut dalam majelis istighatsah yang setiap malam Jumat selalu dipadati banyak jamaah. Saya biasa duduk di sebrang maqbarah Al Maghfurlah KH Abdul Hannan (Ayah Al Maghfurlah KH Makhtum Hannan), sementara Al Maghfurlah berada di barisan depan, di dalam musala, duduk bersama para kiai yang lain.

Setahu saya, inilah majelis istighotsah terbesar, minimalnya di wilayah III Cirebon. Sampai-sampai dulu ramai diperbincangkan seorang tokoh Cirebon kota bernama H Yukeng, seorang mualaf yang kemudian menjadi jamaah majelis istigotsah Al Maghfurlah. H Yukeng yang juga membina Majelis Taklim Hidayatullah yang jejaknya hilang begitu saja entah ke mana.

Al Istiqaamatu khairun min alfi karamah, begitu jargon Arab yang juga tertera dalam bingkai kaligrafi di dinding musala maqbarah majelis istighotsah. Jargon itu berarti keistiqomahan itu lebih baik daripada seribu keramat. Inilah pesan dari Al Maghfurlah yang akan senantiasa dikenang oleh para santri.

Setiap hari Jumat, Al Maghfurlah biasa mendirikan shalat Jumat di masjid Pesantren Raudlatut Tholibin. Inilah masjid bersejarah, masjid yang juga menjadi tempat saya beribadah selama menjadi santri di Pesantren Raudlatut Tholibin hingga sekarang. Nah, dalam beberapa kesempatan, saya dan para santri yang lain tahu betul para kiai akan duduk di mana ketika salat Jumat. Al Maghfurlah biasanya duduk di luar masjid dekat jendela sebelah kiri. Kalau suatu kesempatan tempat shalat Al Maghfurlah kosong, saya dan para santri lain meyakini kalau Al Maghfurlah sedang shalat Jumat di Makkah Al Mukarramah. Wallaahu a’lam.

KH Makhtum Hannan juga masih tercatat sebagai salah satu Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pasca Muktamar ke-33 di Jombang bersama kepemimpinan Prof Dr KH Said Aqil Siroj MA. Al Maghfurlah masyhur sebagai Sang Kiai Hikmah. Beliau juga adalah pengijazah tradisi bola api di Madrasah Al Hikaamus Salafiyah (MHS). Beliau juga sering kali didatangi para tamu dari pelosok dalam dan luar negeri dari yang sekadar meminta nasihat, meminta didoakan dan lain sebagainya.

Selamat jalan kiai! Terima kasih telah menjadi inspirasi bagi kami akan pentingnya makna istikamah. Semoga Allah menempatkan kiai di tempat yang mulia. Aamiin. (*)

Mamang Haerudin, Pengajar Pesantren Bersama Al Insaaniyyah Ciwaringin, Cirebon

Related posts