Home Headline Semua Menunggu “Sabda” Dewa

Semua Menunggu “Sabda” Dewa

by Redaktur Cirebon Plus
0 comment

Oleh: Kalil Sadewo

KONSTALASI politik Indramayu makin menarik. Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), pelan tapi pasti partai politik terbelah dalam dua kutub. Antara yang ikut barisan Golkar, atau lebih spesifik ikut gerbong eks Bupati Irianto MS Syafiuddin alias Yance dan faksi anti-Yance.

Tulisan ini tak bermaksud menyeret-nyeret nama Yance secara teknis dalam pusaran Pilkada Indramayu. Pendapat penulis ini adalah konklusi atas realita politik. Karena faktanya semua pelaku politik di Dermayu paham bahwa apapun kondisinya, garis kendali Yance masih dominan. Termasuk di Golkar. Setajam apapun friksi yang terjadi antara Yance dengan penguasa Golkar (DPD atau DPP), penulis tidak yakin Beringin berani meninggalkannya.  

Naga-naganya, partai pemenang Pemilu 2019 di Indramayu itu bakal menyokong putra mahkota, Daniel Muttaqien Syafiuddin. Siapa yang bakal dipasangkan sebagai wakilnya? Belumlah pasti. Masih kalkulasi, diitang-itung. Lebih tepatnya, menunggu siapa yang bakal dicalonkan oleh kekuatan kutub sebelah.

Lalu, partai apa dan siapa yang menjadi sentrum kubu sebelah? Sejauh amatan penulis, ternyata hanya PDI Perjuangan yang paling declaire, 100 persen ingin berhadap-hadapan dengan siapapun yang dicalonkan Golkar. Motivasi Banteng Moncong Putih sangat kuat untuk menumbangkan dominasi Beringin.

PDI Perjuangan paling getol mengonsolidasikan kekuatan. Kelompok pertama yang didekati adalah simpul-simpul kekuatan anti-Yance, antidinasti politik, dan tentunya arus yang menghendaki perubahan. Utamanya perubahan “warna” kepemimpinan di Kota Mangga. Berikutnya, gerilya ke partai politik dan tokoh politik. Kata kunci yang dipakai tetap sama, membakar semangat politisi untuk bersama-sama memutus dominasi politik puluhan tahun Yellow Party.

PKB, bila dilihat dari langkah Solihin sebagai ketuanya, cenderung pragmatis. Tak ada kosakata antidinasti, antidominasi, anti-Yance, dan anti-anti lainnya. Rasa-rasanya, Solihin justru tampak berhasrat menjadi wakilnya Daniel Muttaqien. Mengupayakan koalisi Golkar-PKB. Solihin sadar, ia sedang berada di panggung politik. Prinsip utamanya adalah kemenangan. Bukan ruang aktivis yang penuh bara idealisme, sebagaimana dulu saat ia begitu keras menentang segala hal yang berbau kekuasaan Yance.

Namun, langkah Solihin banyak ganjalan. Internal NU dan PKB banyak yang tak sepakat. Mayoritas mereka ingin Green Force berhadap-hadapan dengan faksi Golkar (Yance). Berpikir realistis dan kalkulatif, mereka cenderung menginginkan H Dedi Wahidi (Dewa) yang turun ke gelanggang. Paling tidak ada tiga pertimbangan, pertama yang maju dari Golkar dipastikan bukanlah Yance, kedua Golkar masih di pusaran badai pasca operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap ketuanya yang juga Bupati Indramayu H Supendi, ketiga nama Yance terseret-seret dalam kesaksian para saksi di sidang dugaan kasus korupsi Supendi, sehingga dipastikan mengganggu konsentrasinya untuk memimpin “perang” di Pilkada Indramayu.

Nama-nama yang disodorkan partai-partai lewat jalur pendaftaran resmi, di antaranya ada sejumlah tokoh NU-PKB, tetapi dianggap memiliki kapasitas (elektabilitas) standar dan biasa-biasa saja. Masih dianggap bukan lawan tanding yang sepadan. Belum lagi, ketika di antara mereka maju, maka berpotensi pecahnya kongsi partai-partai, karena dianggap berat untuk mengatrol menuju kemenangan. Alhasil, opsi mengusung Dewa adalah asa menuju kemenangan.

Pandangan politik seperti itu sama dengan jalan pikiran Banteng, utamanya sang ketua Sirojuddin. Sehingga, beberapa kali ia membujuk Dewa untuk maju. PDI Perjuangan rela hanya menyodorkan calon wakil bupati, sedangkan kursi calon bupati untuk Dewa. PDI Perjuangan sepertinya yakin jika Dewa yang maju, maka partai-partai yang masih wait and see, akan merapat. Karena dianggap berpotensi menang. Namun, Dewa sepertinya belum bergeming. Layaknya politisi mahir, ia tak mengiyakan dan tak menolak tegas.

Bukan Golkar bila tak bisa mengendus peluang majunya Dewa. Informasi yang didapat penulis, utusan Daniel juga bergerilya mendekati Dewa. Menyajikan beberapa opsi. Mulai dari menyodorkan Daniel sebagai wakil, hingga mematenkan koalisi Golkar-PKB, opsinya paket Daniel-Soilihin atau Daniel dengan siapapun yang direkomendasikan PKB.

Golkar juga bisa menyiapkan plan lain bila PKB dan Dewa tak mau diajak koalisi. Strategi yang paling mungkin adalah mengambil sebagian saja, seperempat atau sepertiga dari kekuatan PKB dan NU. Untuk misi ini, bisa juga Daniel menggandeng faksi lain di internal NU sebagai wakilnya. Atau, pendekatan persuasif, “memeluk” dan “mengayomi” kelompok basis kultur NU sebagai langkah pemecah suara.

So, bola ada di tangan Dewa. Partai-partai di luar PKB dan Golkar menungu “sabda” Dewa. Golkar diyakini tak akan beranjak menentukan paket calon, menunggu keputusan politik Sang Dewa. Dalam posisi seperti ini, sebagai mahir politik, Dewa hanya butuh satu dua trik untuk goal politik. (*)

Penulis Adalah Praktisi Media

Related Articles